via : kompas.com |
Di Yogyakarta
terdapat setidaknya hampir mencapai 40-an universitas, perguruan tinggi, dan
institut. Dengan jumlah yang bisa di katakan sangat banyak dalam 1 kota saja,
maka pantas julukan kota pelajar di sematkan pada kota ini. Mahasiswanya pun,
tidak hanya dari Yogyakarta, melainkan berasal dari seluruh penjuru Nusantara,
mulai dari pulau Sumatra sampai papua semua ada di sini.
Menurut data
statistik yang kami ambil dari bps Yogyakarta, total dari jumlah mahasiswa yang
ada di jogja adalah D1 memiliki jumlah mahasiswa sebanyak 560 orang, D3 37.239
orang, D4 3.991 orang, S1 226.931 orang, S2 21.488 orang, S3 2.902, Sp-1 1.230
orang, dan Profesi 5.616 orang. Itu adalah jumlah total dari seluruh mahasiswa
yang ada di jogja, dan hampir separuhnya adalah mahasiswa dari luar jogja yang
memilih untuk melanjutkan pendidikan di kota jogja.
Dari data
tersebut kita bisa mengetahui bahwa tidak semua mahasiswa yang kuliah di Yogyakarta
adalah masyarakat Yogya asli, dan yang mencengangkan adalah jumlah nya hamper
menyamai dengan mahasiswa yang berasal dari jogja sendiri.
“kalau menurut
saya ya tidak apa apa karena memang saya melihat bahwa jogja telah menjadi kota
dimana mempunyai universitas-universitas yang bagus di tingkat Indonesia, jadi
ya kalau orang manapun entah berasal dari pulau jawa atau luar jawa pasti akan
mempertimbangakn jogja sebagai tempat mereka meneruskan pendidikan karena
terbukti bagus.” Kata Dwi Wicko, seorang mahasiswa kehutanan UGM yang asli
berdomisili di kota Yogyakarta.
“dan dengan
adanya mahasiswa yang dari luar jogja pun menjadi ada positifnya karena kan
mereka berasal dari macam-macam dareah yang mempunyai adat dan budaya
masing-masing, jadi kita selaku orang jogja asli juga dapat mengenal budaya
Indonesia lebih luas lagi dengan adanya teman-teman mahasiswa luar jogja.”
Tambah Wicko.
“asalkan kita tetap saling menjaga kelakuan
dan sopan santun saya rasa kerukunan antar mahasiswa juga bisa tetap terjaga
dengan baik, ya intinya saling menghormati, untuk para perantau juga agaknya
bisa menyesuaikan diri dengan budaya dan adat jogja yang mungkin tidak mereka
lakukan/temukan di daerahnya maisng-masing, mau bagaimanapun kan mereka tinggal
di jogja dan menginjak tanah jawa jadi ya harus saling menghormati mas.” Tambah
wicko menjelaskan lebih lanjut.
Dari sudut
pandang mahasiswa asli jogja mereka kebanyakan menyambut positif lalu bagaimana
dengan para mahasiswa pendatang?
“saya bersyukur
bisa melanjutkan pendidikan di kota istimewa ini, sebagai mahasiswa pendatang
saya juga harus bisa deradaptasi dengan budaya dan lingkungan di jogja karena
itu sangat di perlukan untuk saling menghormati satu sama lain”. Ujar Ida
Mahasiswa Biologi UNY yang berasal dari kota Balikpapan.
Pudarnya
kearifan lokal
Yogyakarta
dikenal sebagai kota para pendatang, baik untuk mengadu nasib maupun menuntut
ilmu. Bagi sebagian besar orang yang mengenal kota pelajar ini, Yogyakarta
merupakan kota yang nyaman, sehingga membuat para
pendatang tertarik
untuk menetap di Jogja. Dengan
meningkatnya jumlah
pendatang membuat pertumbuhan penduduk di Yogyakarta juga meningkat. Hal ini membuat
kearifan warga lokal menghilang dengan sendirinya.”Jogja tak seindah dulu”, tutur Musida warga
lokal Yogyakarta.
Indah
disini berarti nyaman. Pada tahun 2006 Jogja masih terasa sangat nyaman dan
tentram, kearifan
warga lokal masih terjaga dengan baik. Pada awal tahun 2010 Yogyakarta mulai terasa berbeda karena
banyaknya
pendatang yang menetap, terutama mahasiswa yang setelah lulus pun bekerja lalu memiliki keluarga
dan pada akhirnya menetap di Yogyakarta. Pada
saat itu lah Yogyakarta
mulai berubah sehingga kearifan aslinya mulai memudar.
Kearifan yang sekarang
sudah memudar adalah kesopanan orang Yogyakarta yang terkenal dengan tutur kata yang
lembut menjadi bahasa yang bercampur dibawa oleh pendatang sehingga identitas
nya hilang. Memang tidak sepenuhnya memudar tetapi hanya beberapa yang masih menjaga kearifan
lokal tersebut.
Usaha kost
Dengan
banyaknya pendatang tidak
dipungkiri telah memberikan peluang usaha bagi warga
lokal. Sehingga
meminimalkan tingkat pengganguran yang ada. Seperti, meningkatnya mahasiswa dapat memberikan peluang
bagi warga lokal untuk membuat usaha kost atau rumah makan. Ini tentu saja memberikan dampak
positif pagi warga agar tidak merantau ke kota lain, sehingga warga yang
menetap dapat menjaga kearifan lokalnya. “Pendatang memberikan dampak negatif
dan positif yang berkesinambungan” tutur Bagiyo. Hal negatif dan positif memang tidak
bisa saling berdiri
sendiri. Ada warga yang menerima namun juga ada yang tidak. Tapi hal ini bisa
diterima ketika warga lokal dengan pendatang saling menerima kehadiran dan saling
menghargai.
Bagi Karina yang
merupakan salah satu pemilik kost di daerah jalan kaliurang km8 yogyakarta. “
kost disini banyak yang dari Kalimantan, tapi ada juga yang dari Cilacap,
Sumatera juga ada, lebih banyak dari luar Jawa, bisa kenal orang dari daerah
mana aja” ungkapnya.
Pertukaran
budaya
Banyak pengaruh yang diberikan oleh
pendatang terutama
dalam hal budaya. Budaya yang berbeda memberikan pengaruh yang besar bagi warga
lokal. Dengan budaya baru yang masuk bercampur dengan budaya lokal akan
menghasilkan budaya baru. Seperti warga Yogyakarta terbiasa dengan unggah ungguhnya, namun budaya selain
Jogja belum tentu terbiasa sehinnga ini mempengaruhi dan menciptakan budaya baru yaitu
warga lokal yang
meninggalkan kebiasaan
aslinya lalu mengikuti budaya yang di bawa oleh
pendatang. Di sisi lain,
pendatang tidak selalu memberikan nilai negatif. Mereka juga memberikan nilai-nilai positif terhadap warga
lokal yaitu pembaharuan pola pikir. Dimana warga lokal yang kebanyakan masih berfikir
mitos kemudian
dengan datang nya pendatang mengubah pola pikir menjadi rasional.
Rawan konflik
Dari segi
pandang beberapa mahasiswa asli Yogya ada positif dan negati pendatang semakin
banyak datang ke Yogyakarta. Seperti yang disampaikan oleh Ulfa Atiqah Sari
mahasiswi semester 3 di YKPN “positifnya sih menghargai keberagaman ya, karena
orang jogja juga welcome orangnya beberapa ngga masalah kalo ada pendatang.
Negatifnya ya bikin macet terus pembangunan mall dan hotel yang makin menuhin
setiap sudut Jogja sama banyak yang memicu konflik dari luar. Banyak pendatang
sih fine-fine aja, asal bisa membaur dan ngga bikin bentrok-bentrok tauran gitu.”
Ujar mahasiswi jurusan akuntansi ini. Ulfa sendiri menyayangkan sikap mereka
yang terkadang membuat resah masyarakat dengan tindakan-tindakan yang berujung
konflik, baik demo maupun aksi kekerasan.
Hal ini juga
diakui oleh Tutik istri Kepala Dukuh “dari tahun ketahun di yogya pendatang
semakin meningkat, sekarang macet udah dimana mana, sama kadang khawatir juga
kalau banyaknya pendatang yang ngga mengikuti aturan di yogya, kaya konflik
pendatang dulu itu, jadi takut sendiri, kalau memang mau tinggal di yogya ya harus
mengikuti aturan di Yogya” tuturnya.
Dengan adanya
rasa hormat dan saling peduli satu sama lain, maka kerukunan antar mahasiswa
bisa terjaga dengan baik. Dan untuk para pendatang juga mempunyai perkumpulanya
sendiri dari daerah dimana mereka berasal jadi tak perlu khawatir jika suatu
saat mereka rindu dengan kampong halaman karena biasanya perkumpulan mahasiswa
daerah juga mempunyai agenda untuk menyatukan dan mengakrabkan mahasiswa dari
daerah masing-masing dengan sebuah pertunjukan seni dan sebagainya. (DEP/KQ/ASM/JEG)