Selasa, 01 November 2016

Benteng Vredeburg; Museum Untuk Menikmati wisata Sejarah

via : wisatanesia.co

Pada mulanya, benteng ini di bangun oleh tentara Belanda untuk menahan serangan dari kraton Yogyakarta. Benteng ini mempunyai bentuk segi empat dengan di kelilingi sungai kecil atau parit di bagian luar yang bertujuan untuk pertahanan benteng dari serangan dan mempunyai 4 menara pengawas untuk digunakan tentara Belanda untuk berjaga-jaga mengamankan benteng dari serangan.

Bangunan yang didirikan pada tahun 1765 ini sekarang menjadi saksi biksu sejarah yang pernah terjadi di Yogyakarta, dan beralih fungsi menjadi tempat wisata yaitu museum benteng vredeburg.

Museum ini punya beberapa koleksinya antara lain yaitu, bangunan-bangunan Belanda yang sudah di pugar namun tetap mirip dengan aslinya, diorama-diorama yang menggambarkan perjuangan sebelum proklamasi perjuangan sampai dengan era orde baru. Ada juga koleksi benda-benda bersejarah antara lain, foto-foto dan lukisan tentang perjuangan nasional dalam merintis, memperjuangangkan, dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Harga tiket masuk ke museum ini sangat murah, yaitu Rp 2000 untuk dewasa dan RP 1000 untuk anak-anak. Tapi walaupun dengan harga masuk yang murah pengunjung tetap mendapatkan fasilitas yang cukup lengkap di antaranya: perpustakan, ruang pertunjukan, ruang seminar, audio visual dan ruang belajar kelompok, koneksi Wifi, mushola, kamar mandi, dan tentu saja seorang pemandu untuk menjelaskan mengenai sejarah seputar museum Vredeburg ini.


“saya sengaja mengajak anak-anak dan istri untuk ke museum ini karena selain untuk menghabiskan akhir pecan dan refreshsing juga tentunya mengenalkan sejarah kepada anak-anak saya karena bagaimanapun sejarah tidak boleh kita lupakan dan harus kita turunkan ke anak cucu kita supaya tahu apa yang pernah terjadi di Indonesia khususnya di Jogja tempat mereka lahir.” Ujar pak Handi Wijaya salah satu pengunjung museum yang mengajak keluarganya untuk berkunjung ke museum benteng vredeburg.

Memang museum ini bisa di bilang wisata yang murah meriah karena harga tiket masuknya yang terjangkau namun lepas dari itu museum ini bisa menjadi bahan untuk generasi penerus bangsa untuk mengetahui perjuangan para pendahulu dalam merebut dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.


Dengan begitu maka para generasi penerus akan lebih menghargai perjuangan pendahulunya dalam memperjuangkan kemerdekaan. Ada istilah mengatakan “JAS MERAH” yang mempunyai kepanjangan “jangan sekali-kali untuk melupakan sejarah” karena tanpa adanya sejarah mungkin kita tidak tahu apa yang terjadi di masa lampau.(JEG)

Bagian Tersembunyi dari Keindahan Tamansari

via : halonusantara.com

Tamansari – merupakan salah satu dari banyaknya objek wisata sejarah yang dapat dikunjungi di Yogyakarta. Objek wisata tersebut berlokasi tidak jauh dari Keraton Yogyakarta. Dari Keraton terdapat becak yang dapat mengantarkan kita menuju Tamansari, namun, bisa juga dengan menggunakan kendaraan pribadi atau bagi yang ingin menikmati suasana jogja dapat berjalan kaki untuk sampai disana. Tamansari menjadi tempat rekreasi dan kolam pemandian atau disebut pula pesanggrahan bagi Sultan Hamengkubuwono dan keluarganya. Tamansari dibangun sebagai lambang kejayaan Raja Mataram saat itu.


Hanya dengan biaya masuk sebesar 5000 rupiah kita dapat menikmati suasana Tamansari dengan artistik yang unik dan bangunan-bangunan lain yang juga unik serta terdapat kolam air. Terdapat 21 objek yang dapat dikunjungi apabila datang berkunjung ke Tamansari.
Salah satu pengunjung dari Solo yang mendatangi objek wisata Tamansari mengaku puas telah mengunjungi tempat tersebut “panas sih tapi pas masuk kesini terus liat kolam kolam air rasanya sejuk gitu” ungkap Putri.


Namun, adapula yang menyayangkan pada pihak pengelolaan terkait kolam yang dipenuhi dengan lumut di bagian dasarnya.

“Taman sari keren kok, tapi bangunannya sama yang di kolam airnya kaya kurang dirawat tapi keren sih kalau buat foto-foto” ungkap Rizky

Bangunan yang difungsikan untuk aktivitas religi dan meditasi bagi Sultan yaitu Pulo Panembung dan Sumur Gumuling, berada di tengah kolam Segaran. Pulo Panembung berada di selatan Pulo Kenanga dan Sumur Gumuling berada di barat Pulo Kenanga.


Sumur Gumuling sendiri dahulunya digunakan sebagai tempat ibadah yang ditunjukkan dengan adanya mihrab sedangkan Pulo Panembung sendiri berfungsi sebagai tempat semedi Sri Sultan.
Tamansari sendiri yang terkenal dengan tempat pemandian keluarga raja, ternyata dahulunya memiliki tempat untuk beribadah yang sekarang hanya digunakan sebagai tempat pariwisata. (KQ/DEP).


Sumber terkait: Eka Hadiyanta, Ign., Menguak keagungan Tamansari, Sumber Aksara Yogyakarta, 2012.

Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat Tak Pernah Habis Dikunjungi Wisatawan

via: indonesia-tourism.com


Siapa yang tidak tau dengan Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat. Merupakan tempat penginggalan sejarah yang masih dilestarikan hingga sekarang ini. Keraton yang terletak tidak jauh dari Alun-Alun Utara ini memiliki daya tarik arsitektur dan tradisinya sehingga banyak wisatawan yang berkunjung kesana. Tidak hanya wisatawan dari lokal saja, namun banyak juga wisatawan domestik yang berkunjung ke Keraton. Keraton sendiri merupakan tempat peristirahat para raja terdahulu yang dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono 1 . Siapa sangka tempat peristirahatan ini berubah menjadi objek wisatawa yang ramain di kunjungi oleh wisatawan. Daya tarik yang dimiliki Keraton sangatlah sederhana hanya menampilakan arsitektur yang masih tradisional dan tradisi jawa yang masih dilestarikan.


Memang arsitektur yang ditampilkan di dalam Keraton bukan hal yang mewah atau agung. Namun nilai arsitekturnya memiliki nilai estetika sendiri yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Bagi wisatawan domestik hal ini sangat memiliki nilai ketertarikan tinggi. Karena di dalam Keraton tidak hanya menampilkan bangunan yang unik melainkan menampilkan tradisi orang jawa seperti pementasan wayang, pementasan gamelan serta sindenya dan kesopanan abdi dalem yang menjaga tata krama jawa.


Abdi dalem sendiri memiliki peraturan yang harus di patuhi seperti menggunakan baju adat jawa berserta keris,tidak menggunakan sandal dan selalu menghadap barat untuk menghormati Keraton. “Ketika ada wisatawan yang ingin berfoto dengan abdi dalem,arah hadapan tetap ke barat tidak boleh mengarah ke arah lain”, tutur Suparman selaku abdi dalem Keraton.


“Meskipun banyak tempat wisata lain yang lebih menarik kita tetap harus berkunjung ketempat sejarah agar kita lebih memahami dan menghargai budaya yang kita miliki”,tutur Feny selaku pengunjung. “Keraton tempat yang harus dikunjungi karena tempat ini memiliki tradisi yang belum tercampur dengan nilai kemoderenan”,pernyaatan yang di sampaikan oleh Elsha sebagai pengunjung. Dari situlah Keraton masih tetap bertahan menajdi objek wisata yang digemari oleh para wisatawan. Kearifan lokal merupakan warisan yang harus dijaga agar tidak terjadinya keluturan budaya di era yang moderen saat ini. (ASM)